HOME OPINI DIDAKTIKA

  • Jumat, 8 Maret 2024

KERAGAMAN  BAHASA MINANGKABAU

Lindawati
Lindawati

KERAGAMAN  BAHASA MINANGKABAU

Oleh: Lindawati,*

 

Sebagai bahasa daerah dan bahasa persatuan suku bangsa Minangkabau, bahasa Minangkabau dalam perkembangannya dipengaruhi oleh berbagai bahasa, terutama bahasa Indonesia dan bahasa daerah lain yang ada di Indonesia, bahkan juga sudah mulai dimasuki pengaruh bahasa asing.

Bahasa Minangkabau diberbagai wilayah di Sumatra Barat berkembang dengan warna dan corak yang berbeda-beda. Perbedaan itu dapat dilihat dalam hal bentuk, makna, dan fungsi. Keragaman itu timbul akibat berbagai faktor yang ada di luar bahasa. Faktor yang berpengaruh terhadap munculnya variasi bahasa diantaranya adalah, faktor lokasi, dan status sosial penuturannya. Ragam bahasa yang diakibatkan keragaman lokasi tutur disebut dengan dialek. Ragam yang disebabkan fungsi penuturan disebut ragam fungsiolek dan yang disebabkan status sosial penuturannya disebut ragam sosialek. Selain tempat, fungsi, dan status sosial penutur, ragam juga dapat muncul karena situasi tutur dan medium komunikasinya. Berikut ini akan dibahas lebih rinci tentang variasi bahasa Minangkabau yang disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu faktor  geografis, fungsi, dan social.                               

Wilayah yang disebut dengan Minangkabau cukup luas. Secara administratif mengacu kepada wilayah propinsi Sumatra Barat minus Mentawai.  Secara tradisional, bahasa Minangkabau dibagi atas empat dialek yaitu dialek Agam, Tanah Datar, Lima Puluh Kota dan Pesisir (Medan dalam Muhardi, 1988:57). Perbedaan itu dapat dilihat dari cara penyebutan atau pelafalan sebuah kata atau perbedaan dapat juga dilihat dari penggunaan kata yang berbeda untuk mengacu pada objek yang sama. Contoh: kata yang artinya ‘cabut’ dalam Bahasa Indonesia, ada daerah yang menyebutnya sebagai: bucuik, cubuik, bacuik, cubuk, cabuik dan mungkin masih ad a cara lain. Untuk kata yang artinya sepadan dengan kata ‘papaya’ dalam bahasa Indonesia ada daerah yang menyebutnya sebagai: kalikih, sampelo, sang tuka,             batiak, dll.

Sesungguhnya, batasan bahasa tidak dapat dipastikan, karena bertumpang tindih dengan batas geografis administratif. Artinya, pada wilayah yang secara administratif berbeda tetapi dapat saja menggunakan dialek yang sama, atau sebaliknya, pada satu wilayah administratif terdapat beberapa dialek. Sejak dulu telah ada beberapa peneliti yang melakukan  penelitian yang menitikberatkan pada objek dialektologi geografis. Kajian itu bersifat sinkronis dengan penekanannya dalam bidang fonologi, morfologi  dan leksikal. Untuk lengkap dan jelas  lihat buku Nadra 2006

            Bahasa Minang dapat digunakan untuk berbagai macam kepentingan   seperti untuk kepentingan  adat, agama,  dan seni khususnya untuk sastra.  Bahasa Minang  yang digunakan pada berbagai macam kepentingan itu dapat dilihat perbedaannya  apakah itu dari strukturnya atau dari pilihan katanya.  Sebagai contoh  dapat dilihat dari penggunaan sapaan pada berbagai fungsi penggunaan bahasa Minangkabau itu. Dalam sebuah pertemuan resmi pembawa acara atau pembicara  menyapa orang yang hadir dengan berbagai cara seperti: Kaum muslimin dan muslimat,               Dunsanak sudaro, Apak-apak ibuk-ibuk, Alim ulama, cadiak pandai ....  dsb.                    

            Varasi bahasa Minangkabau juga dapat  timbul karena perbedaan fungsi dan status sosial penuturnya. Seseorang, secara sosial dapat dimasukkan ke dalam kelompok orang yang kaya  dan ada yang dimasukkan kedalam kelompok orang yang miskin. Secara  sosial ada yang termasuk ke dalam kelompok masyarakat  golongan pemimpin dan ada yang masuk golongan rakyat biasa. Berdasarkan perbedaan fungsi dan  peran sosial penuturnya, bahasa Minangkabau  bervarisi menjadi bahasa Minangkabau kelompok pemimpin dan bahasa Minangkabau rakyat  biasa. Bahasa Minangkabau yang digunakan para penghulu berbeda dengan bahasa Minangkabau orang biasa. Perbedaan itu dapat dilihat dari gaya tutur katanya, tekanan serta pilihan kata.    

            Bahasa Minangkabau ditilik dari pendidikan formal penuturnya dapat dikatakan tidak ada perbedaan. Hal ini disebabkan karena bahasa Minangkabau tidak digunakan sebagai sarana pendidikan. Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia, memungkinkan timbulnya ragam bahasa yang  disebabkan tingkat pendidikan formal para penuturnya. Akan tetapi, cara berbahasa orang yang berpandidikan tinggi memang dapat dilihat perbedaannya dengan cara berbahasa orang yang kurang berpendidikan.  Perbedaan juga dapat timbul akibat perbedaan media komunikasi yang digunakan. Bahasa Minangkabau dalam bentuk tertulis seperti dalam kaba berbeda dengan bahasa Minangkabau dalam bentuk lisannya.

*Dosen Sasatra Minangkabau FIB Unand


Tag :#Opini #Didaktika #Minangsatu

Baca Juga Informasi Terbaru MinangSatu di Google News

Ingin Mendapatkan Update Berita Terkini, Ayu Bergabung di Channel Minangsatu.com